AR Baswedan (lahir di Surabaya,
Jawa
Timur, 9 September 1908 –
meninggal
di Jakarta , 16 Maret 1986 pada
umur
77 tahun) adalah nama populer
dari
Abdurrahman Baswedan , seorang
nasionalis, jurnalis, pejuang
kemerdekaan Indonesia, diplomat
dan juga sastrawan Indonesia. AR
Baswedan pernah menjadi anggota
Badan Penyelidik Usaha dan
Persiapan
Kemerdekaan Indonesia
( BPUPKI ),
Menteri Muda Penerangan RI pada
Kabinet Sjahrir, Anggota Badan
Pekerja Komite Nasional
Indonesia
Pusat (BP- KNIP ), Anggota
Parlemen
dan Anggota Dewan Konstituante .
AR
Baswedan adalah salah satu
diplomat
pertama Indonesia dan berhasil
mendapatkan pengakuan de jure
dan
de facto pertama bagi eksistensi
Republik Indonesia yaitu dari
Mesir.
AR Baswedan adalah seorang
pemberontak di zamannya. Harian
Matahari Semarang memuat
tulisan
Baswedan tentang orang-orang
Arab,
1 Agustus 1934. AR Baswedan
memang peranakan Arab, walau
lidahnya pekat bahasa Jawa
Surabaya,
bila berbicara. Dalam artikel itu
terpampang foto Baswedan
mengenakan blangkon. Ia
menyerukan pada orang-orang
keturunan Arab agar bersatu
membantu perjuangan Indonesia.
Ia
mengajak keturunan Arab, seperti
dirinya sendiri, menganut asas
kewarganegaraan ius soli : di
mana
saya lahir, di situlah tanah airku.
Pada tanggal 4 Oktober 1934 ,
setelah
pemuatan artikel yang
menghebohkan itu, ia
mengumpulkan
para peranakan Arab di
Semarang.
Dalam kongres para pemuda
perananakan Arab itu
dikumandangkan Sumpah Pemuda
Keturunan Arab yang menyatakan
Indonesia sebagai tanah air dan
akan
berjuang untuk mendukung
tercapainya kemerdekaan
Indonesia.
Lalu berdirilah Partai Arab
Indonesia
(PAI), dan AR Baswedan dipilih
sebagai ketua. Sejak itu ia tampil
sebagai tokoh politik. Harian
Matahari
pun ditinggalkannya. Padahal, ia
mendapat gaji 120 gulden di sana,
setara dengan 24 kuintal beras
waktu
itu. Demi perjuangan, katanya.
Ia memang wartawan tangguh.
Bekerja bukan untuk gaji. Di Sin
Tit Po
ia mendapat 75 gulden -- waktu itu
beras sekuintal hanya 5 gulden.
Toh ia
tetap keluar dan memilih
bergabung
dengan Soeara Oemoem , milik dr.
Soetomo dengan gaji 10-15 gulden
sebulan. Karena itu, Soebagio I.N.,
dalam buku Jagat Wartawan,
memilih
Baswedan sebagai salah seorang
dari
111 perintis pers nasional yang
tangguh dan berdedikasi.
Sebagai wartawan pejuang
Baswedan
produktif menulis. Ia sastrawan,
penyair, dan seniman. Pidatonya
atraktif. Mahir dalam seni teater.
Banyak sajak-sajak yang ia gubah.
Ia
menguasai bahasa Arab, juga
bahasa
Inggris dan bahasa Belanda, selain
bahasa Indonesia tentunya. Karya
AR
Baswedan yang telah dibukukan
antara lain: Debat Sekeliling PAI ,
yang
dicetak tahun 1939, beberapa
catatan
berjudul Sumpah Pemuda
Indonesia
Keturunan Arab (1934), Rumah
Tangga Rasulullah , diterbitkan
Bulan
Bintang pada tahun 1940. Selain itu
buah pikiran dan cita-cita AR
Baswedan yang diterbitkan oleh
Sekjen PAI Salim Maskati. Dan
Menuju
Masyarakat Baru , sebuah cerita
Toneel
dalam 5 Bagian.
Perjuangan AR Baswedan
berlanjut di
republik baru. Bersama dengan
Haji
Agus Salim (Menteri Muda Luar
Negeri), Rasyidi (Sekjen
Kementrian
Agama), Muhammad Natsir dan St.
Pamuncak, AR Baswedan (Menteri
Muda Penerangan) menjadi
delegasi
diplomatik pertama yang dibentuk
oleh negara baru merdeka ini.
Mereka
melobi para pemimpin negara-
negara
Arab. Perjuangan ini berhasil
meraih
pengakuan pertama atas eksistensi
Republik Indonesia secara de
facto
dan de yure oleh Mesir . Lobi
panjang
melalui Liga Arab dan di Mesir itu
menjadi tonggak pertama
keberhasilan diplomasi yang
diikuti
oleh pengakuan negara-negara
lain
terhadap Indonesia, sebuah
republik
baru di Asia Tenggara.
AR Baswedan menikah dengan
Sjaichun. Pada tahun 1948 Sjaichun
meninggal dunia di Kota Surakarta
karena serangan malaria. Tahun
1950
AR Baswedan menikah lagi dengan
Barkah Ganis, seorang tokoh
pergerakan perempuan, di rumah
KH
Ahmad Dahlan di Yogyakarta ,
Muhammad Natsir bertindak
sebagai
wali dan menikahkan mereka. Dia
dikarunia 11 anak dan 45 cucu. AR
Baswedan menyelesaikan naskah
autobiografinya di Jakarta pada
akhir
bulan Februari 1986 . Sekitar 2
minggu
kemudian, kondisi kesehatan AR
Baswedan menurun dan
meninggal.
AR Baswedan dimakamkan di TPU
Tanah Kusir berdampingan dengan
para pejuang Indonesia yang
menolak
dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan.
Peninggalan AR Baswedan adalah
koleksi buku-bukunya yang
berjumlah
lebih dari 5.000 buku. Wasiat AR
Baswedan adalah buku-buku itu
dijadikan perpustakaan. Buku-
buku
berbahasa Arab, Belanda, Inggris,
dan
Indonesia itu ditata rapi (dengan
katalog modern) di kamar depan -
yang dahulu menjadi ruang
kerjanya-
di rumahnya di Kota Yogyakarta
dan
masyarakat luas (terutama kaum
mahasiswa) bisa dengan mudah
mengakses koleksi buku-buku
peninggalan AR Baswedan ini. AR
Baswedan banyak berinteraksi
dengan
anak-anak muda. Beberapa anak
muda yang dekat dengan AR
Baswedan diantaranya adalah
Alm.
Ahmad Wahib , Anhar Gonggong,
Emha Ainun Nadjib, Goenawan
Mohamad , Lukman Hakiem (PPP)
,
Syu'bah Asa, Taufiq Effendi
(MenPan),
W.S. Rendra dan hampir semua
aktivis
muda di Yogyakarta pada periode
1960--an sampai 1980an.
Pejuang ini sangat sederhana dan
tidak pernah memikirkan harta
material. Sampai akhir hayatnya
AR
Baswedan tidak memiliki rumah.
Dia
dan keluarga menempati rumah
pinjaman di dalam kompleks
Taman
Yuwono di Yogyakarta, sebuah
kompleks perumahan yang
dipinjamkan oleh Haji Bilal untuk
para
pejuang revolusi saat Ibukota di RI
berada di Yogyakarta. Mobil yang
dimilikinya adalah hadiah ulang
tahun
ke 72dari sahabatnya Adam
Malik ,
saat menjabat Wakil Presiden .
Post a Comment
Post a Comment